Quantcast
Channel: We are expecting – BebenyaBubu – Stories of an Indonesian stranded in Sweden
Viewing all 52 articles
Browse latest View live

So, How Are You Today?

$
0
0

Hari Rabu kemarin, gue ke kantor bidan untuk cek rutinnya si adek E. Setelah selesai pemeriksaan standar (ngecek BB, Tinggi, dll), si ibu bidan ga seperti biasanya mempersilahkan gue untuk duduk sebentar. Ternyata pertemuan hari itu ga hanya sekedar pemeriksaan si adek, tapi untuk gue juga. Gue diminta menjawab sebuah kuisioner yang isi pertanyaannya kurang lebih mempertanyakan kondisi suasana hati gue. Seperti contohnya, apakah gue sering menangis tiba-tiba, apakah suka menyalahkan diri sendiri karena alasan yang ga jelas, suka susah tidur karena banyak pikiran, dll.

Sebelum menjawab semua pertanyaan yang diberikan gue sempat bimbang. Should I give her the right answers or the RIGHT answers. Mending boong dan kasih jawaban yang menggambarkan hidup gue ok-ok aja atau jawaban yang jujur, seadanya.

Cukup lama juga gue termenung dengan lembar jawaban di tangan gue. Setengah karena mikir “kalimat ini artinya opo?!”, setengahnya lagi karena berusaha mengingat-ingat, sebenernya perasaan gue selama ini setelah kehadiran adek E itu gimana siiih. Pada akhirnya gue berusaha menjawab apa adanya aja.

Jujur, kalau aja ortu gue ga datang dan nemenin gue di Swedia selama 2 bulan terakhir ini, mungkin jawaban-jawaban yang gue pilih dari kuisioner tersebut akan berbeda 180°. Karena kehadiran mereka, beban stress karena harus menghadapi fase ngambeknya Jo (plus kombo terrible twonya) ga terlalu berasa. Setidaknya gue bisa fokus ke Jo sebentar sementara Adek E dipegang Uti atau Tatungnya. Kebalikannya juga sama.. kalau gue harus ngurusin Baby E, si Jo masih bisa ditemenin kakek neneknya sehingga dia ga merasa terlupakan. Tentu aja, karena emang dasarnya gue suka mikir kejauhan, akhirnya sering stress dan merasa tertekan sendiri. Tapi setidaknya itu emang udah bawaan lahir lah ya. Bukan karena kondisi post-partum ini. Makanya waktu suami nanya “kamu ga sayang uang tabungan kamu buat bayarin tiket ortu ke sini?” ketika gue memutuskan untuk mengirim ortu ke Swedia. Jawaban gue langsung “Nope! Gpp.. Masih bisa nabung lagi besok-besok..” hehehehe..

Kembali lagi ke cerita ketemu bidan tadi.. Dari jawaban-jawaban yang gue berikan, ibu bidan bilang kalau gue baik-baik aja. Dia pun bilang kalau gue butuh temen curhat atau tiba-tiba merasa depresi, bisa langsung menghubungi dia supaya disambungkan ke orang-orang yang lebih ahlinya.

Itulah yang gue suka dengan sistem kesehatan di sini, terutama yang berhubungan dengan ibu hamil atau orang-orang yang baru jadi ibu. Sewaktu hamil dan periksa rutin, yang ditanya selalu “How are you?” dan bukan “How’s the baby?”. Setelah melahirkan pun setiap kali cek anaknya, gue selalu ga lupa ditanya “How do you feel? ada masalah atau baik-baik aja?”. Hal-hal kecil tersebut bikin gue merasa.. apa yaaa.. ga terlupakan gitu lah. Alhamdulillah, dua kali melahirkan selalu ada ortu gue di sini. Jadi selama masa-masa adaptasi di bulan-bulan pertama gue ga melaluinya hanya berdua suami aja (yang dimana orangnya juga kerja kan). Ga kebayang deh kalau beneran hanya berdua.. Brrr.. merinding bayanginnya.

Kalau di Indonesia, setiap pemeriksaan bayi, ibunya juga ditanya-tanya kah? Atau harus si ibu baru yang cari bantuan sendiri?  :unsure2:


Cooking Diary: Jo’s Birthday Cake

$
0
0

Membuat kue ulang tahun sendiri untuk anak-anak udah menjadi salah satu keinginan gue sejak lama. Duluuuuuu banget, gue sempet latihan bikin Red Velvet cake untuk ultahnya Bubu, yang dimana hasilnya.. yah lumayan lah. Atleast kemakan. Tapi sejak percobaan perdana itu, gue seperti kehilangan nyali untuk beneran baking birthday cake sendiri. Kayaknya kok serem banget aja hasil masakannya bakal dinikmati banyak orang. Belum lagi perasaan “Agh, mending beli aja lah. Ga perlu refot!” yang selalu menang setiap kali rencana ngerayain ultahnya bocil datang. Akhirnya udah bisa ditebak. Impian hanya tinggal impian. Cukup menjadi angan-angan semu saja.

Tapi semenjak gue sukses bikin Budapest Roll di beberapa kali kesempatan dan sempet nyuguhin untuk tamu yang datang ke rumah, keinginan yang sudah terpendam lama untuk bikinin kue ultahnya anak-anak pun muncul kembali. Apalagi pas gue nawarin proposal bikin cake sendiri ke suami, eh ditanggapi dengan antusias juga. Karena setelah dia itung-itung, daripada beli, dengan bikin di rumah kami bisa ngirit biaya beli kue sampai setengahnya. Lumayan banget bukan. Dengan tekad tersebut lah gue mulai berlatih bikin Budapest Cake untuk ultahnya Jo.

Latihan pertama dimulai 5 minggu sebelum hari H acara perayaan Ultah si kakak yang gue adakan persis kemarin. Pada percobaan pertama ini, gue masih mengira-ngira jumlah bahan yang dibutuhkan plus bentuk cake yang gue mau. Apakah bagusan bulat? Or maybe square? Setelah dipikir cukup lama, I settled with square. Alasan gue saat itu, kalau bentuknya kotak, lebih gampang dibagi perporsi. Dan pada percobaan perdana gue itu, gue menghasilkan cake seperti ini…

Percobaan pertama – kurang kece yaaaah

Di percobaan perdana tersebut gue mendapat banyak pelajaran. Dari jumlah whipped cream yang dibutuhkan. Jumlah jeruk yang dipakai. Tentang penggunaan coklat di kue yang ga boleh terlalu banyak kalau ga mau rasanya berubah. Belum lagi peringatan untuk ga lupa ngisi setiap layernya dengan jeruk. Pokoknya trial pertama itu penuh dengan kesalahan dan pembelajaran. Yang semuanya gue perhatikan dan coba benarkan di percobaan ke-dua, yang hasilnya seperti di bawah ini…

Kali ini gue memilih bentuk lingkaran  karena merasa bentuk kotak terlalu kaku dan kurang manis dipandang. Dipercobaan ke-dua ini, gue masih melakukan beberapa kesalahan mendasar dan masih mengira-ngira volume whipped cream yang gue butuhkan. Tapi setidaknya secara bentuk, kue kedua ini lebih sedap dilihat dan lebih mengundang. Ya ga sih?

Karena percobaan ke-dua sudah mulai menuju ke arah yang benar, di percobaan ketiga, suami memberikan sebuah tantangan yang membuat percobaan baking ini naik ke level berikutnya. Kalau kemarin-kemarin yang makan kuenya hanya kami-kami aja, gimana kalo kali ini kuenya dia bawa ke kantornya untuk dinikmati teman sejawatnya. Termasuk para bosnya yang kebetulan datang minggu itu.

Ok suami. No pressure. *langsung mandi keringet*

Deg-degan pertama kali bikin kue untuk dimakan banyak orang.

Di percobaan ketiga, yang bisa dibilang gladi resik untuk acaranya Jo, gue berusaha membuat kue sesempurna mungkin. Dari cara mengisi krim yang gue ubah (sebelumnya main ceprat ceprot aja dan kemudian diratain, dimana hasilnya malah miring kesana kemari) menjadi dengan cara membentuk cream dengan piping bag. Hasilnya tinggi setiap level bisa sama rata dan bentuknya pun lebih enak diliat, Ga hanya membuat kue dengan bentuk lingkaran, gue juga mencoba bentuk persegi panjang. Bedanya hanya di bagian pinggir kue yang ga gue hias dengan cream untuk melihat yang mana yang lebih cantik.

Percobaan ke-3. Mulai keliatan bentuknya ^_^

Hasilnya… secara rasa, kue gue mendapat thumbs up dari kolega-kolega suami. On the other hand, secara bentuk, kue yang gue buat collapse di lapisan paling bawah. Dari yang awalnya tinggi seperti foto di atas, berubah menjadi agak kempes di hari berikutnya.

Haaah.. yah setidaknya untuk rasa udah beres lah ya. Tinggal benerin bentuknya aja.

Dan kemudian, hari H pun tiba.

Pagi-pagi satu hari sebelum hari H gue mulai membuat lapisan base kue yang terbuat dari campuran putih telur dan kacang hazelnut itu. Karena gue berencana membuat dua buah kue (untuk kurang lebih 30 orang), gue membuat 6 lapisan base. Malamnya, gue baru mengisi kue dengan whipped cream yang sudah gue persiapkan. Karena takut kuenya collapse lagi kalau terlalu tinggi, kali ini gue hanya membuat 2 layer saja.

and the final results…

taaa-daaaaa… biarpun masih belum sempurna, tapi bisa dikasih nilai 80 lah yaa.. tambah extra dikit untuk niat & usaha.. hahaha

Alhamdulillah, walau ga 100% perfect, kue ultahnya Jo masih layak tayang dan dihidangkan ke para tamu yang datang. Rasanya pun ga mengecewakan. Setidaknya ketakutan gue sebelumnya akan adonan base yang ga matang sempurna, lenyap begitu saja.

Ternyata, membuat kue untuk ultah anak sendiri itu.. memberi perasaan yang beda yaa.. Ada rasa takut, stress, deg-degan, tapi disaat yang bersamaan juga bangga dan bahagia. Apalagi kalau para tamu memuji hasil kue yang gue buat. Haaah, langsung senyum sumringah lebar menghias muka.

The big question is..

Apakah gue akan membuat kue lagi sendiri untuk ultah adek E di musim panas nanti?

Mungkin…

Pengalaman pertama ini tentunya cukup memberikan rasa percaya diri gue boost yang sangat tinggi. Tapi mengingat betapa banyak effort yang harus dikeluarkan, godaan untuk “mesen aje deh Bu!” berteriak lebih keras.

I guess, time will tell…

The post Cooking Diary: Jo’s Birthday Cake appeared first on BebenyaBubu.

Dua Bahasa Untuk Jo (Part-2)

$
0
0

Ga kerasa, udah satu tahu berlalu aja sejak terakhir kali gue update tentang kemampuan berbahasanya Jo. Mumpung lagi mood dan pingin pamer tampilan blog yang baru dirombak total, numpang cerita-cerita tentang si kakak yaaa.

Terakhir kali gue ngepost dengan tema dua bahasa ini, gue sedang dilema luar biasa. Haruskah lanjut terus menggunakan dua bahasa ke Jo atau lebih baik fokus ke salah satu. Penyebabnya tentu aja gue MERASA si Jo lambat ngomongnya. Saat itu memang si kakak udah kenal satu dua kata, tapi untuk merangkai satu kalimat penuh masih belum bisa (atau belum mau, entahlah).

Cencu aja efeknya jadi emaknya yang baper. Anakku kenapa kaaaah? speech delay kah? atau emang normal kah? Sempat terbersit niat untuk stop dan pasrah aja ngajarin Jo bahasa Swedia. Tapi setelah mendapat dukungan dari teman-teman yang senasib dan juga suami udah legowo banget akan tekad gue untuk tetap OPOL ke Jo, kebiasaan berbicara dengan dua bahasa pun tetap kamil lanjutkan seperti biasa.

dan hasilnya Alhamdulillah, si Jo udah mulai lancar berkomunikasi dengan kedua bahasa.

Perkembangan berbahasanya Jo terlihat meningkat secara signifikan ketika kedua ortu gue tinggal di Swedia selama nyaris 7 bulan kemarin. Mungkin karena sering diajak ngobrol dan nyanyi sama Utinya, Jo makin banyak kenal kata-kata baru dalam bahasa Indonesia. Nyanyi pun bisa full lancar satu lagu. Tembang favoritnya Jo? “Cicak-cicak di dinding”. Meski pengucapannya agak-agak cinca laurah style, tapi lumayan lah. Daripada ga sama sekali kan.

Setelah Uti dan Tatungnya pulang, Jo mulai lebih banyak berbicara dalam bahasa Swedia. Kalau minta gue liat sesuatu yang dia tunjuk, dia akan bilang “Mamma, titta!” atau saat mau menunjukkan sebuah barang miliknya, dia berucap “det är kakak!” atau  “det är Josefins!”. Menjawab pertanyaan gue pun seringnya dalam bahasa Swedia. Gue masih belum memaksa dia untuk membalas pertanyaan gue dengan bahasa Indonesia. Sempet beberapa kali gue benerin jawabannya, eh dia malah bengong dan bilang “Neeeej” kemudian lanjut dengan bahasa bayinya lagi.

Walau udah bisa berkomunikasi dengan dua bahasa, tapi Jo masih belum bisa memilah-milah penggunaan bahasa A harus dengan siapa, bahasa B dengan siapa. Jadi baik ke gue atau Bubu, ketika bicara dia akan pakai kata yang udah jadi kebiasaannya. Dan akhirnya jadi nyampur semua gitu deh. Beberapa kata dia akan sebut dalam bahasa Indonesia, sisanya bahasa Swedia. Gue bisa disalahkan juga sih untuk hal ini. Karena gue pun terkadang suka kelepasan ngomong pake bahasa Swedia dan bukannya bahasa Indonesia ke Jo. Gue terlalu bahagia ngedengerin kata-kata yang benar keluar dari mulutnya dan bukan sekedar blabbering lagi. Jadi suka ga peduli bahasanya apa, yang penting anakku ngomong dulu laaaah.. huhuhu

Semoga setelah ini kemampuan berbicaranya si Jo akan terus meningkat. Apalagi sebentar lagi si kakak akan mulai masuk sekolah. Gpp bahasa Swedianya dulu yang makin canggih. Nanti pelan-pelan disusul lagi sama bahasa Indonesianya. Yang pasti, perjalanan ngajarin dua bahasa ke Jo masih sangat amat panjang.

Advertisements

The post Dua Bahasa Untuk Jo (Part-2) appeared first on BebenyaBubu.

School Time for Kakak Jo

$
0
0

Astagaaaaaa… anakku yang pertama udah gede. Udah resmi jadi anak preschool.

*ambil kanebo* *lap-lap airmata haru dulu*

Hari ini genap minggu ke-dua si kakak Jo full day di sekolah playgroupnya. Sebuah milestone yang luar biasa karena akhirnya anak itu bisa dilepas sendiri tanpa ortu selama beberapa jam. Milestone juga untuk gue, seorang ibu yang cukup pocecip, yang akhirnya rela melepas anak sulungnya lepas dari pandangan.

Berhubung udah lama ga cerita-cerita soal si kakak dan mumpung sistem sekolah di Swedia kayaknya agak berbeda sama di Indonesia, rasanya seru kalau berbagi pengalaman seputar sekolah di blog. Biar ga sepi-sepi amat blognya ga pernah diisi lagi..

Proses Pencarian PreSchool (Förskola)

Merasa kalau si kakak udah siap untuk merasakan dunia sekolah, gue dan Bubu memulai perjalanan mencari tempat yang cocok untuk Jo sejak bulan November tahun lalu. Dari beberapa preschool yang ada di sekitar apartemen, kami akhirnya merucutkan pilihan menjadi 3 sekolah saja. Semua berjarak dalam radius 2 KM dari rumah. Sengaja ga mau cari yang jauh karena emaknya males bokk kalo harus ngejemput jauh-jauh. Haha

Eniho, berbeda dengan di Indonesia dimana kita bisa memilih sendiri secara spesifik Playgrup mana yang mau dimasuki, di Helsingborg (gue ga tau apakah seluruh Swedia sistemnya sama) sistem masuk sekolah untuk anak-anak di bawah umur 7 tahun harus melewati sistem waiting list. Jadi nama sang anak kita daftarkan di website pemerintah lokal (kommunal) di Helsingborg. Saat mendaftar itu juga sekalian memasukkan 3 pilihan sekolah yang kita mau. Tahap berikutnya? Menunggu. Dan harus sangat sabar menunggu.

Jo sendiri, setelah menunggu selama beberapa bulan sampai ultah ke-3 nya Februari lalu, ketika kami tanyakan ke pihak kommunal, masih berada di urutan ke 11 untuk antrian di sekolah pilhan pertama kami. Karena urutannya masih lumayan banyak, kami udah pasrah kalau si kakak baru akan dapat spot setelah liburan musim panas, dimana saat itu banyak yang keluar dari sekolah untuk masuk SD. Eh ga disangka, di akhir bulan Maret, tiba-tiba aja kami menerima sebuah email yang menyatakan kalau Jo dapet tempat dan bonusnya lagi, sekolah itu adalah sekolah pilihan kami yang pertama. Alhamdulillah…

NB: Dalam proses waiting list ini jika kita ditawarkan sebuah spot di sekolah yang kita tidak mau, bisa menolak dan kembali ke antrian lagi. Tapi tentu ga bisa dipastikan kapan bisa dapat tempat di sekolah yang diinginkan.

Tentang Förskola nya Jo

Setelah setuju akan menerima spot di sekolah yang ditawarkan, kami diharuskan untuk memasukkan data-data keuangan, seperti gaji bulanan kedua orang tua. Why? Karena besarnya biaya sekolah sang anak akan dihitung berdasarkan income orang tuanya. Untuk preschool menggunakan sistem subsidi silang gitu lah nampaknya.

Urusan adminstrasi selesai, kami mendapat undangan untuk melihat sekolahnya si kakak. Kebetulan selain lokasinya yang super OK banget (searah sama kantornya Bubu dan ga jauh dari rumah), sekolah yang kami pilih ukurannya cukup besar dibanding förskola lainnya. Di dalam gedung sekolah ini terdapat beberapa grup yang diatur berdasarkan umur. Tiap grup menempati bagian sekolah yang berbeda, lengkap dengan kelas-kelas tersendiri di dalamnya. Jadi selama di sekolah mereka akan fokus dengan grupnya masing-masing dan ga terlalu sering nyampur dengan grup yang lain. Satu grup isinya sekitar 15-20 anak dengan jumlah guru yang bertugas sekitar 4 orang/grup.

Grup tempat Jo ditempatkan mempunyai 4 buah ruang kelas yang bisa dinikmati selama di sana. Ada ruang “meeting”, dimana mereka ngumpul kalau pagi-pagi untuk makan buah dan bernyanyi. Ada ruangan membaca lengkap dengan pilihan buku-buku bacaan dan mainan. Ada lagi ruangan kelas melukis, di tempat ini penuh dengan alat gambar, dari cat air, crayon, spidol, dll. Dan yang terakhir adalah ruangan “serba guna”, yang mereka gunakan untuk makan siang, main, ketrampilan, etc. Pokoknya intinya sih, selama di sekolah itu cuma untuk main, main dan main.. Hahaha

Ruang kelas yang dipakai grupnya Jo. Tiap Grup menempati bagian gedung secara tersendiri dengan beberapa kelas di dalamnya.

Inskolning

Selama sekitar 2 minggu pertama si anak masuk sekolah, ada yang dinamakan masa Inskolning. Masa ini bisa dibilang fase adaptasi, dimana selama sekolah, sang anak masih harus ditemani oleh orang tuanya dan belum masuk full day. Dari seharusnya 5 jam di sekolah, mereka hanya tinggal 1-2 jam aja. Di masa-masa inskolning ini para guru berusaha mendekatkan diri ke anak yang baru masuk. Karena jumlah anak baru yang datang itu ga kedabrugan langsung banyak, proses pdktnya bener-bener personal banget. Si anak ditemenin terus selama di kelas, pelan-pelan diajak main, ngobrol, pokoknya sampai akhirnya bisa lepas dari ortunya.

Jo mungkin emang udah siap banget sekolah kali yah, atau dia udah capek dimarahin terus sama mamah galak di rumah, proses inskolningnya berlangsung cukup singkat. Hanya dalam waktu 1 minggu aja dia udah rela ditinggal full day di sekolah. Itu pun kalau dijemput ga mau pulang.. Sigh!

Sungguh, aku ga tau harus seneng atau sedih.

Adek ikutan kakak ke sekolah waktu masa Inskolning. Seketika si adek langsung jadi idola, diuwel-uwel sama temen-temennya Jo. 😀

Dan sekarang…

Semenjak Jo masuk sekolah, keseharian kami di pagi hari cukup berubah drastis. Biasanya kan gue dan anak-anak masih bisa kelekaran syantai setelah Bubu berangkat kerja. Sekarang, dari pagi satu rumah udah pada sibuk semua. Untunglah makan siang Jo udah disediakan oleh pihak sekolah (dan dilarang bawa dari rumah), jadi gue ga perlu pusing bikin-bikin bekal setiap pagi. Yess!!

Si adek pun merasakan banget perbedaan setelah kakaknya sekolah. Dari yang awalnya selalu ada yang ngajak main, eh tiba-tiba sepi. Keliatan bener deh si kunyil satu ini merasa tersesat tanpa kakaknya yang bawel, karena selalu rewel dan ribet bener ngerupekin emaknya. Begitu liat kakaknya pulang atau jemput di sekolah, wajahnya spontan berubah ceria.. Eciyeeeh, adek kangen nih yeeee..

Perubahan yang ga mencolok mungkin malah datang dari Jo-nya sendiri. Masih malu, masih belum banyak ngomong, tapi setidaknya pelan-pelan udah mau main sama anak lain dan ga nempel mamanya terus.

Semoga si kakak betah terus di sekolahnya dan makin cepet lagi perkembangan komunikasinya. Seru dan bikin terharu juga ngeliatin si kecil yang kayaknya baru kemarin diuwel-uwel gemez, eh sekarang udah mulai belajar mandiri tanpa mama papanya.

Kakaaaak.. kamu cepet banget gedenyaaaa..  😥

Advertisements

The post School Time for Kakak Jo appeared first on BebenyaBubu.

Playdate si kecil

$
0
0

Nasib punya ibu yang lumayan pemalas untuk pergi kumpul-kumpul kesana sini berakibat langsung ke pergaulan kakak Jo yang bisa terbilang terbatas banget (kalo ga mau dibilang kuper). Apalagi sebelum si kakak masuk preschool. Harus puas lah si kecil main hanya ditemenin ibunya lagi, ibunya lagi. Padahal teman-teman gue dan suami sebenarnya punya anak yang umurnya sebaya Jo. Cuma ya balik lagi ke kalimat pembuka sebelumnya, emang salah ibunya banget lah… *puk-puk kakak Jo*.

Kondisi mengenaskan tersebut akhirnya berubah ketika kota kecil tempat tinggal kami ini kedatangan sebuah keluarga pelajar dari Indonesia. Sebuah kejadian yang luar biasa karena seumur-umur tinggal di Helsingborg, baru kali ini kenal dengan keluarga pelajar yang tinggalnya satu kota, apartemennya pun hanya berjarak 400 m dari tempat tinggal kami. Biasanya kalau student asal Indonesia tinggalnya di Lund atau Malmö karena memang kampusnya di sana. Kasus ini makin luar biasa lagi karena keluarga ini juga memiliki seorang anak yang berusia 6 tahun — yang mari kita sebut saja, M. Ga beda jauh umurnya sama si kakak.

It’s like a match made in heaven.

Karena apartemen kami deket banget, plus anak-anak juga sementara waktu masuk ke sekolah yang sama, kecenderungan gue yang awalnya anti sosial dan males ngumpul akhirnya mulai perlahan berubah. Dari yang awalnya zero meet up, sekarang naik ke ngupi-ngupi cantik di rumah sembari baking bareng atau jalan-jalan ke pusat kota rame-rame setidaknya sebulan sekali. Lumayan lah ya, ada peningkatan, dikit.. hahaha. Efek positif pun dirasakan si kakak, karena sekarang dia jadi ada temen mainnya. Malah sekarang kalau dirasa udah terlalu lama ga ketemu, mulai deh si kakak agak bawel nyebut-nyebut nama M terus. Lagi main, mau tidur, makan, etc etc, suka aja gitu kesebut nama temennya dan kemudian senyum malu-malu.. igh kangen ya kak? hahaha

Lucunya, walaupun selalu kangen-kangenan, pas ketemu biasanya hari mereka selalu berakhir dengan drama. Misal, sempat suatu hari M dan mamanya main ke apartemen kami. Setelah gedubrakan lari-lari dan jumpalitan bersama, akhirnya tiba saat mereka harus pulang. Nah, kebiasaan jeleknya si Jo itu adalah dia kalo diminta say “hej då” atau “bye-bye” tuh selalu ga mau. Dieeeem aja. Mungkin dia sedih kali yaa, ga mau temennya pulang atau gimana. Tapi ya akibatnya bikin temennya ngerasa bete. Saat itu juga sama, M tiba-tiba ngambek ke Jo karena si kakak ga mau bales  high five dan salam Hej då-nya M. Tanpa nunggu emaknya yang masih sibuk pake jaket dan sepatu, si M main ngeloyor aja pergi pulang. Dan setelahnya, mamanya message gue, ternyata selama di jalan pulang anaknya misuh-misuh “Bunda, aku sebel bunda sama Jo. Abis Jo ga bales hejdå aku, ga mau high five aku” . *puk-puk mamanya M yang kena diomelin*.

Dan tau apa yang dilakukan Jo saat temennya pergi gitu aja?

Nangis dong si kakak.. Mukanya sediiiiiih banget.

Nyahahaha.. asli deh ni anak dua, drama abiiissss.

Cuma ya gitu, namanya juga anak-anak yah, walaupun bolak balik tiap ketemu selalu aja ada drama kumbara, ga lama pasti langsung nanya-nanya lagi kapan bisa main bareng. Ckckck.. kalian berdua ini.. gemesin banget siiiih..

Sayangnya, M dan keluarganya harus balik ke Indonesia tahun depan. Jadi setelah itu bakalan sepi lagi deh si kakak ga ada temen berantemnya. Yah, lain kali gantian berantemnya pas ketemuan di Indonesia aja kali yaaa.. hihihi

The post Playdate si kecil appeared first on BebenyaBubu.

Ketika Buah Jatuh Ga Jauh Dari Pohonnya

$
0
0

Udah dua minggu terakhir ini sekolahnya Jo sepi. Biasalah, udah masuk musim panas, artinya musim liburan pun tiba. Ga cuma murid yang libur, tapi guru-gurunya pun ada beberapa yang ngambil jatah cutinya.

Lah kok Jo tetep masuk?

Jadi pada prinsipnya, sekolah Jo itu bisa dibilang sekalian tempat penitipan anak. Karena ga semua orang tua bisa libur di saat yang bersamaan — yang pada akhirnya tetap butuh jasa menitipkan anak — sekolah Jo pun tetap buka satu tahun penuh. Jadwal masuk anaknya tinggal disesuaikan dengan jadwal cuti ortunya.

Eniho…

Karena si papa Bubu baru akan ngambil cuti tahunannya beberapa minggu lagi, Jo pun tetap harus sekolah. Tapi, karena guru-guru dan teman-temannya banyak yang liburan, jadilah kelasnya Jo digabung bareng kelas lain supaya sekalian mainnya. Yang artinya si Jo harus ketemu teman-teman dan guru-guru baru lagi. Dan ternyata kondisi tersebut ngaruh banget ke Jo.

Jadi menurut keterangan guru yang menemai Jo sementara ini, setiap datang ke sekolah dan ditinggal papanya, si Jo itu dieeeeem aja, ga banyak gerak, ga ngomong. Cuma berdiri di pojokan dan meratiin kondisi sekitar. Dia akan baru bereaksi ketika salah satu guru kelasnya datang atau teman yang dia kenal muncul. Cerita gurunya tersebut seperti diaamini si kakak. Karena sempat suatu hari, mungkin akibat dia merasa ga nyaman di sekolah, si kakak mogok ga mau berangkat. Dibujuk ini itu selalu jawabnya “Neeeeejjj!!”. Padahal biasanya Jo selalu seneng setiap diajak pergi ke “Sia”, sebutan Jo untuk sekolah. Luluh dan kesian juga liat si kakak yang setiap gue jemput di sekolah mukanya ga seceria biasanya, akhirnya gue bilang ke Bubu untuk kasih si Jo tinggal di rumah aja hari itu. Ga usah dipaksain sekolah. Toh kalo anaknya tetiba nangis di sekolah kan yang repot emaknya juga. Musti buru-buru jemput lagi.

Mungkin normal ya buat anak-anak seumur Jo untuk ngerasa lost, takut, ga tau harus gimana. Gue pun memaklumi banget kenapa si kakak yang awalnya selalu semangat sekolah, tiba-tiba langsung takut. Apalagi karena sakit cacar kemarin, si Jo sempat ga masuk sekolah selama seminggu penuh dan pas masuk lagi, eh teman-teman dan guru-gurunya ga ada semua. Wajarlah kalo syok. Tapi harus gue akui, ketika mendengar cerita gurunya Jo dan melihat perilakunya si kakak selama ini, gue seperti teringat akan seseorang yang mirip-mirip. Dan orang tersebut adalah diri gue sendiri.. hihihi.

Jadi, sama kayak Jo, setiap masuk ke sebuah lingkungan baru gue biasanya menyendiri. Ga bisa yang tiba-tiba negur orang dan basa basi ngajak ngobrol atau mencoba ngakrab-ngakrabin diri. Timid beneeer. Gue lebih suka memperhatikan keadaan sekitar. People watching aja sampai ada yang negur atau ngajak ngobrol. Tapi begitu mulai nyaman dan mulai deket sama beberapa orang, baru keluar deh bawelnya. Kalo kata emak gue, “kamu tuh jago kandang banget sih!” ahahahaha.. yah mak, namanya juga bawaan dari lahir udah begini. LOL.

si kakak, yang ternyata mirip mamanya  :evil_grin:  

Karena gue sangat menyadari sifat gue yang satu itu, makanya ketika hamil gue berharaaap banget anak-anak nurun sifat bapaknya soal keluwesan bergaul sama orang lain. Beda banget sama istrinya, suami tuh kayaknya gampaaaaang banget ngobrol sama orang asing. Tiap masuk ke lingkungan baru, si Bubu bawaannya santai dan kayak selalu ada bahan obrolan. Bikin iri ajah. Huh.

Makanya, semoga sih fase malu-malunya Jo ini akan berlalu juga seiring dia makin besar nanti. Kalau pun ternyata benar nurun sifat mamanya, yah.. cuma bisa puk-puk Jo.. Hahahaha.. Ga lah, nanti diajarin supaya jadi blogger aja biar berani bawel dan kenal orang. Kayak emaknya gini lah.. Cihiiiy..

Advertisements

The post Ketika Buah Jatuh Ga Jauh Dari Pohonnya appeared first on BebenyaBubu.

Date with Kakak

$
0
0

Dengan hadirnya si adek E, kesempatan gue untuk menghabiskan waktu cuma berdua si kakak seperti lenyap begitu saja. Kayaknya kalau kemana-mana pastilah udah sepaket berempat bareng papaBubu atau setidaknya bertiga sama adek E. Si Jo sih kayaknya ga terlalu pengaruh juga mau pergi rame-rame atau ga. Toh dia selalu seneng bisa main sama adeknya. Yang suka drama itu, seperti biasa, udah pasti emaknya. Kok aku rindu ya, ngedate berduaan si kakak aja seperti dulu.

Sampai sekarang rasa-rasanya baru 3x gue mengabiskan waktu hanya bersama Jo. Kesempatan pertama muncul saat papaBubu playdate bareng teman dekatnya yang kebetulan punya anak seumuran si adek. Mereka berdua sibuk nonton konser, kakak Jo nemenin mamanya ngafe dan window shopping di pusat kota. Kesempatan kedua waktu kami berenang bareng berduaan di dekat rumah. Dan yang terakhir datang minggu lalu, saat kami bertiga pergi ke Malmö untuk menghadiri acara nikahan teman sekolahnya Bubu. Karena proses akadnya selesai terlalu sore, gue dan Jo memutuskan untuk pulang duluan sementara papaBubu tetap tinggal di pesta.

Di semua event tersebut, gue rasanya seneng banget bisa ngabisin waktu sama si Jo aja. Belum berasa kayak lagi jalan sama temen sendiri sih, karena si Jo masih belum bisa berkomunikasi dengan lancar. Tapi tetep aja rasanya gimana yaaa.. nyenengin aja. Apalagi sepanjang perjalanan anaknya maniiis banget. Diajak ke sana sini, nurut. Laper atau capek pun ga pake tantrum. Bahkan sempat kami lari-lari di bawah hujan sewaktu menuju ke stasiun kereta. Benar-benar mejik. Karena kalau kami pergi ber-empat, sering banget ada adegan anak ngambek atau di time-out di tengah jalan. LOL. Mungkin karena dia merasa ga perlu bersaing cari perhatian kali yaa. Jadinya bisa lebih manis sikapnya selama jalan-jalan.

*gasp, semoga gue nulis ini ga jadi jinx it yaa*  😱😱

Eniho, selama pergi itu gue suka ngerasa terharu banget. Si kakak yang rasanya kemarin masih bayi, masih maunya nemplok di dada mamanya, eh sekarang udah bisa minta ini itu, udah bisa diajak main bahkan “ngobrol”. Semoga dengan kesempatan pergi cuma berduaan aja, si kakak ga merasa terlupakan. Karena sehari-harinya kan gue selalu lebih banyak fokus ke si adek daripada dia. Jadi dengan pergi bareng gini, si kakak akan merasa dapat perhatian gue sepenuhnya. Kalau ternyata, walau udah ada adek E, sampai sekarang pun dia masih jadi kesayangan mamanya.

Pinginnya sih acara jalan-jalan berdua si kakak ini jadi sesuatu yang rutin. Bonding time gitu lah ceritanya. Apalagi setelah dia masuk sekolah, waktu gue untuk ketemu si kakak berkurang sedikit (although it’s a much needed break time juga sih 😅). Rasanya akan makin seru acara bondingnya setelah Jo benar-benar bisa ngomong lancar. Siapa tau aja nanti-nantinya bisa sekalian menjadi ajang kami untuk saling cerita, curhat, dsb. Dan semoga pada akhirnya kebawa terus sampai dia besar nanti. Well, one can always hope. ☺️🙏

Advertisements

The post Date with Kakak appeared first on BebenyaBubu.

Adek E’s First Birthday Party

$
0
0

Time flies when youre having fun…

Rasanya kalimat tersebut tepat banget menggambarkan perasaan kami karena ga kerasa, kok ya si adek udah 1 tahun aja.

O.M.G

Seperti biasa, beberapa bulan menjelang tanggal ulang tahunnya anak-anak, gue dan Bubu udah mulai sibuk planning ini itu. Ga terkecuali pula saat si adek mau ulang tahun. Sempat sih terpikir untuk ngadain pesta ultahnya kecil-kecilan aja. Tapiii… ini kan ultah pertama yaaaa. Masa dulu kakaknya dirayain gede-gedean, trus adeknya cuma seadanya. Kan kesiaaaan. Jadilah demi berlaku adil ke keduanya, kami putuskan untuk merayakan ultah si adek bersama teman-teman dan keluarga.

Karena udah tau kami akan mengundang cukup banyak orang, kami mulai memikirkan hal-hal detail seperti menu, tema dekor, etc. Untuk dekor sih ga ada masalah, karena seperti biasa, hal itu udah menjadi otoritas gue secara penuh. Si Bubu cukup terima aja tema yang gue berikan. Desain dekornya pun gue desain sendiri dan item-item pendukung kayak balon, cake dekor, dsb gue beli jauh-jauh dari dari ebay supaya ngirit.

Masalah besar muncul ketika ibu mertua harus pergi ke Indonesia beberapa hari sebelum acara ultahnya si adek. The thing is… selama ini yang selalu bantuin masak nasi dan lauk pauk di pesta itu selalu ibu mertua. Gue seringnya hanya bantu nyumbang 1 menu dan kadang juga bikin kue, atau di kasus ultah ke-3 nya Jo bulan Februari kemarin, gue yang bikin kue ultah. Nah, koki andalannya ga ada, ini gimana nanti ngasih makan tamunya.

Sempat terpikir untuk go simple dan bikin menu yang gampang-gampang aja. Cukup 1 macem gitu. Tapi darah Indonesia ga bisa bohong yaaaa… kalau ngadain pesta trus nyiapin makanannya sedikit tuh kayaknya ga enak hati sama yang diundang. Sempat juga mau mesen makanan di luar dan gue yang bikin kue ultahnya si adek. Tapi setelah diitung-itung kok kayaknya lebih murah kalau gue yang bikin menu makan siangnya sendiri dan mesen kue di bakery.

Yasudahlah.. akhirnya tugas masak memasak jatuh ke mamaBebe deh.

Berhubung ini pertama kalinya gue nyiapin makanan untuk banyak orang sendirian dan menunya juga ga sedikit, acara masak memasaknya udah gue mulai seminggu sebelum hari H. Dimulai dari hari Senin dan Selasa dihabiskan untuk membuat goodie bags Lidah Kucing, Rabu istirahat, dan Kamis gue bikin Roti Unyil isi Sosis Keju untuk cemilan anak-anak. Jumat siang gue pakai untuk ngungkep ayam bumbu kalasan + goreng kerupuk, sementara malamnya bikin Tiramisu. Sabtu pagi sebelum acara, gue nyempetin untuk goreng ayamnya dan bikin Mie Goreng Udang. Itu pun masih nambah bikin telur dadar. Untunglah papaBubu setuju untuk beli ikan goreng yang udah jadi di resto Thailand langganan dekat rumah. Setidaknya beban masak gue berkurang satu dan rasanya udah pasti enak. Kue ultahnya si adek kami pesan ke bakery langganan di tengah kota dan kali ini kami memilih Opera Cake dengan warna topping marsipan berwarna biru aqua tua.

The Birthday menu: Mie Goreng Udang, Ayam Goreng Kalasan, Ikan Goreng Asam Manis, Telur Dadar

Roti isi Sosis Keju untuk cemilan anak-anak yang ternyata jadi favorit pada orangtuanya juga

Tiramisu for dessert

Lidah Kucing for hampers

Urusan makanan udah aman, problem selanjutnya adalah menentukan layout ruangan serba guna yang kami pakai. Udah 3x ngadain pesta di sana, hasil foto keluarga yang kami dapat selalu lah kurang memuaskan. Entah itu latarnya ga karuan atau cahayanya yang kurang terang, yang pasti hasilnya bikin mamaBebe pening saat harus ngedit fotonya. Makanya kali ini kami berdua nyoba menempatkan meja untuk makanan di tempat yang lebih terang, plus papaBubu juga dengan briliannya memasang extra flash di beberapa sisi ruangan. Pengambil foto keluarganya pun kami percayakan ke teman yang terbiasa foto-foto juga. Hasilnya…

Bikin aku terharuuuu…

  

Bahagianya bisa punya foto keluarga yang cakep giniii.. Cuma si kakak kenapa mukanya mutung gitu siiih.. sigh

Overall.. Pesta ultah pertamanya si adek berlangsung dengan lancar tanpa ada masalah. Selain seneng banget bisa kumpul bareng temen-temen yang udah lama ga ketemu, Alhamdulillah, semua puas dengan rasa makanan dan goodie bagsnya. Gue pun bangga banget akan diri gue sendiri (makanya sampe nulis satu blogpost tentang ini 😆😆). Dulu sebelum nikah mah mana kepikiran masak, apalagi sampai ngasih makan 20 orang atau lebih. Eh ternyata kalo udah kepepet itu akhirnya jadi bisa-bisa aja ngelarin semua. Belum lagi bantuan dari papaBubu yang tiada terkira. Pahlawan tanpa tanda jasa lah judulnya. Setiap gue selesai sibuk bikin ini itu, si Bubu langsung sigap ke dapur dan nyuci + beresin peralatan yang berserakan. Aaah.. lop you pul papiiiih..

Sekarang mari kita meregangkan badan yang pegel-pegel. Siap-siap lagi untuk bulan Februari..  :panic:   :panic:

Advertisements

The post Adek E’s First Birthday Party appeared first on BebenyaBubu.


Dua Bahasa Untuk Jo (Part-3)

$
0
0

Sudah nyaris satu tahun berlalu, artinya ini saatnya untuk mendokumentasikan perkembangan berbahasanya si kakak Jo. Apakah dia sudah mahir berbicara dua bahasa? Atau masih sama? atau malah malah berkurang?

Well…

Jawabannya adalah…

dia makin canggih dooong…
Bahasa Swedianya. LOL..
Trus.. bahasa Indonesianya?

via GIPHY

Udah kelaut aja mamiiiih!!

Jadi selama setahun ini, si kakak memang makin lancar berbicara bahasa Swedia. Sepertinya masuk ke pre-school dan ketemu banyak orang baru yang selalu berbicara bahasa Swedia sangat membantunya mempelajari bahasa tersebut. Jumlah kata yang dia pahami makin berkembang, cara mengekspresikan dirinya juga makin mudah dipahami oleh orang-orang di sekitarnya. Udah ga lagi hanya menggunakan penggalan kata, sekarang dia udah bisa membuat satu kalimat full. Walau memang sih masih yang simpel-simpel aja.

Tapi… sayangnya perkembangan bahasa Swedianya si Jo ga berimbang dengan kemampuan berbahasa Indonesianya. Dan harus gue akui, kesalahan memang harus ditumpukan ke satu orang, yaitu gue, sebagai ibunya.

Saya mengaku salah… *peluk kakak*

Begini… berhubung gue merasa kemampuan berbahasa Swedia gue makin hari makin ga karuan, gue dan Bubu bersepakat untuk lebih banyak menggunakan bahasa Swedia di rumah. No more Indonesian nor English. Pokoke mau gimana caranya, walau masih salah-salah, gue harus kudu musti berbicara menggunakan bahasa Swedia. Nah, karena itulah, ketika ngomong ke bocil-bocil pun akhirnya keikutan terus berbahasa Swedia.

I know.. I know… memang gue yang egois sih. Demi keuntungan pribadi gue sendiri, malah mengabaikan kebutuhan si kakak. Tapi ya itu.. terkadang susah banget untuk switch kanan kiri ketika ngomong ke suami atau anak.

Akunya pusiiiing sendiri..

via GIPHY

Nah, karena kalau gue sendiri memang agak ga konsisten mengajari bahasa Indonesia ke si Jo, saat kami pulang kampung kemarin gue udah sangat senang karena selama 2 bulan si kakak bisa diboot camp bahasa Indonesia sama nenek dan tantenya. Apalagi kalau gue denger-denger cerita dari teman-teman yang pulang kampung bersama anak-anaknya, sering mereka bilang kalau si anak tiba-tiba jago berbahasa Indonesia. Bahkan beberapa sampai lupa bahasa bapaknya (atau bahasa asingnya) ketika kembali pulang.

Lah ini kesempatan emas sekali buat si kakak Jo. Akhirnya ada yang bisa mengajarkan dia bahasa Indonesia secara konsisten.

Cuma kok realita kami berbicara lain. Selama di Indonesia kemarin si kakak teteup kekeuh wae berbahasa Swedia ke nenek dan tantenya. Diajak bolak balik berbahasa Indonesia tetep ga mau ngikutin. Yang ada malah Uti & Tante Ca yang bengong, “bocahe ki ngomong apa sih?” dan ujung-ujungnya malah mereka yang belajar sedikit-sedikit bahasa Swedia.

Yaaaaa.. kok malah kebaliiiiik siiih..

via GIPHY

Setelah balik ke Swedia dengan kondisi gue yang lebih sering berbahasa Swedia selama di rumah, perkenalan bahasa Indonesia ke kakak pun makin lama makin berkurang. Rasanya gue cuma ngomong bahasa Indonesia kalo lagi ngomel aja. Karena tetep yaaa, ngomel dalam bahasa Swedia itu susyeeeeh.. Kurang seru merepetnya.. nyahaha.

Jadi yang begitulah..

Sepertinya memang semua kembali harus dari guenya yang harus bisa teguh dan kuat niat dulu untuk bisa konsisten terus berbahasa Indonesia ke Jo agar dia pada akhirnya ikutan juga bisa berbahasa Indonesia dengan baik. Semoga gue bisa… aamiiin.. semoga gue bisa!

The post Dua Bahasa Untuk Jo (Part-3) appeared first on BebenyaBubu.

Tebak Judul Film Bersama Jo & Em

$
0
0

Sebagai salah satu usaha supaya bocil-bocil ga banyak nonton video di yutub, gue sering memasang beberapa film anak-anak di TV. Pilihan filmnya cukup random sih. Kadang kartun kadang film live-action. Bahasanya pun ada yang pakai bahasa Swedia, Inggris atau Jepang. Yang penting kalau cocok untuk anak-anak, ya gue coba pasang aja untuk mereka.

Dari cukup banyak film yang gue pernah tayangkan di TV, ada beberapa yang jadi favorit anak-anak. Masalahnya, karena mereka ga tau judul filmnya, jadi setiap mereka request film tersebut mereka menggunakan judul film karangan mereka sendiri. Hasilnya ya gue serasa ikutan quiz tebak-tebakan film setiap kali mereka mengarang judul baru.

Nah, mumpung (gue) lagi iseng.. kira-kira kalian bisa juga ga nebak film apa yang dimaksud dari judul-judul film ala Jo & Em di bawah ini:

  1. Eigo (film anak dari US)
  2. Maui (film anak dari US)
  3. Banana (film anak dari US)
  4. Baby pew pew (film anak dari US)
  5. Pappa Mamma Gris (Gris=Pig) (film anak dari Jepang)

Gimanaaa? Ada yang berhasil menebak seluruh judulnya? Well ini dia jawabannya: (silahkan klik spoiler di bawah yaa)

.

.

.

.

.

THE ANSWERS ARE:

1. Eigo – Frozen

via GIPHY

Kalau yang ini mah gampang yah ditebaknya. Karena Jo ingetnya lagu Let it go, sampai sekarang pun setiap rekues Frozen selalu bilangnya Eigo. Si adek punya nama lain untuk film ini, yaitu “Anna”, karena dia cuma ingetnya Anna dan bukan Elsa.. (mungkin pengaruh sama-sama anak ke-2 🤣)

2. Maui – Moana

via GIPHY

Lagi-lagi yang ini juga gampang ditebak karena masih pakai nama salah satu karakter utama filmnya. Gue ga ngerti kenapa Jo lebih inget Maui daripada Moana. Mungkin nama Maui lebih banyak disebut di sepanjang film. Entahlah.

3. Banana – Minions

via GIPHY

Yang inii.. rasanya masih gampang yah. Minions itu identik banget kayaknya sama banana karena lagu Banana yang sempet ngehitz jaman dulu. Baik Jo ataupun adek Em selalu kompak nyebut Minions dengan banana.

4. Baby pew-pew – Incredibles 2

via GIPHY

Naaaaaah.. sekarang pasti udah mulai susah deh. Kalau belum pernah nonton filmnya gue rasa ga akan kepikiran sama sekali kenapa kok dari Incredibles 2 bisa jadi baby pew-pew. Jadiii, nama tersebut diambil anak-anak dari salah satu adegan di film dimana Mr.Incredible (sang bapak) memperlihatkan kekuatan si anak terkecilnya (baby jack-jack) yang bisa mengeluarkan sinar laser dari matanya. Di adegan tersebut Mr.Incredible bilang “pew-pew”.. Hence… the baby pew-pew name. Oh iya, Adek E juga kadang menyebut film ini dengan panggilan “pappa!. Kalo ini pas pertama kali dia minta lebih bikin bingung lagi. Iki bocah minta opo sih?

5. Pappa Mamma Gris (Gris=Pig) – Spirited Away

Spirited Away (2001) - Scene : Parents Turning Into Pigs

make funny GIFs like this at MakeaGif

Film ini salah satu film favoritnya Jo & Em yang dalam sehari bisa dipasang sampai 4-5x (baru kelar, langsung replay lagi dari awal). Eniho, Jo yang pertama kali mengubah judul film ini menjadi Pappa Mamma Gris karena saat perdana nonton Spirited Away, salah satu adegan yang paling berkesan buat dia adalah saat kedua orang tua Chihiro berubah menjadi babi di awal film. Sejak itu dia langsung bilangnya “mamma, jag vill titta pappa mamma gris – mamma, aku mau nonton pappa mamma gris). Kalo adek Em? Dia lebih singkat sih nyebutnya. Cukup “pappa grok grok”, grok groknya ngikutin suara babi. Anak-anakku emang absurd sekali 😅.

Soooo.. berapa banyak nih yang kalian dapat benar?

Yang pasti sih, kedua bocah ini selalu berhasil bikin gue terbengong-bengong dengan kreativitasnya mencari judul baru untuk menjelaskan apa yang mereka mau. Lumayan lah ya, setidaknya bikin mamanya jadi ada bahan ngebawel lagi di blog. Nyahahahaha..  :mrenges:

Ada yang anaknya suka juga mengarang bebas judul-judul film favoritnya?

The post Tebak Judul Film Bersama Jo & Em appeared first on BebenyaBubu.

School Time for Kakak Jo

$
0
0

Astagaaaaaa… anakku yang pertama udah gede. Udah resmi jadi anak preschool.

*ambil kanebo* *lap-lap airmata haru dulu*

Hari ini genap minggu ke-dua si kakak Jo full day di sekolah playgroupnya. Sebuah milestone yang luar biasa karena akhirnya anak itu bisa dilepas sendiri tanpa ortu selama beberapa jam. Milestone juga untuk gue, seorang ibu yang cukup pocecip, yang akhirnya rela melepas anak sulungnya lepas dari pandangan.

Berhubung udah lama ga cerita-cerita soal si kakak dan mumpung sistem sekolah di Swedia kayaknya agak berbeda sama di Indonesia, rasanya seru kalau berbagi pengalaman seputar sekolah di blog. Biar ga sepi-sepi amat blognya ga pernah diisi lagi..

Proses Pencarian PreSchool (Förskola)

Merasa kalau si kakak udah siap untuk merasakan dunia sekolah, gue dan Bubu memulai perjalanan mencari tempat yang cocok untuk Jo sejak bulan November tahun lalu. Dari beberapa preschool yang ada di sekitar apartemen, kami akhirnya merucutkan pilihan menjadi 3 sekolah saja. Semua berjarak dalam radius 2 KM dari rumah. Sengaja ga mau cari yang jauh karena emaknya males bokk kalo harus ngejemput jauh-jauh. Haha

Eniho, berbeda dengan di Indonesia dimana kita bisa memilih sendiri secara spesifik Playgrup mana yang mau dimasuki, di Helsingborg (gue ga tau apakah seluruh Swedia sistemnya sama) sistem masuk sekolah untuk anak-anak di bawah umur 7 tahun harus melewati sistem waiting list. Jadi nama sang anak kita daftarkan di website pemerintah lokal (kommunal) di Helsingborg. Saat mendaftar itu juga sekalian memasukkan 3 pilihan sekolah yang kita mau. Tahap berikutnya? Menunggu. Dan harus sangat sabar menunggu.

Jo sendiri, setelah menunggu selama beberapa bulan sampai ultah ke-3 nya Februari lalu, ketika kami tanyakan ke pihak kommunal, masih berada di urutan ke 11 untuk antrian di sekolah pilhan pertama kami. Karena urutannya masih lumayan banyak, kami udah pasrah kalau si kakak baru akan dapat spot setelah liburan musim panas, dimana saat itu banyak yang keluar dari sekolah untuk masuk SD. Eh ga disangka, di akhir bulan Maret, tiba-tiba aja kami menerima sebuah email yang menyatakan kalau Jo dapet tempat dan bonusnya lagi, sekolah itu adalah sekolah pilihan kami yang pertama. Alhamdulillah…

NB: Dalam proses waiting list ini jika kita ditawarkan sebuah spot di sekolah yang kita tidak mau, bisa menolak dan kembali ke antrian lagi. Tapi tentu ga bisa dipastikan kapan bisa dapat tempat di sekolah yang diinginkan.

Tentang Förskola nya Jo

Setelah setuju akan menerima spot di sekolah yang ditawarkan, kami diharuskan untuk memasukkan data-data keuangan, seperti gaji bulanan kedua orang tua. Why? Karena besarnya biaya sekolah sang anak akan dihitung berdasarkan income orang tuanya. Untuk preschool menggunakan sistem subsidi silang gitu lah nampaknya.

Urusan adminstrasi selesai, kami mendapat undangan untuk melihat sekolahnya si kakak. Kebetulan selain lokasinya yang super OK banget (searah sama kantornya Bubu dan ga jauh dari rumah), sekolah yang kami pilih ukurannya cukup besar dibanding förskola lainnya. Di dalam gedung sekolah ini terdapat beberapa grup yang diatur berdasarkan umur. Tiap grup menempati bagian sekolah yang berbeda, lengkap dengan kelas-kelas tersendiri di dalamnya. Jadi selama di sekolah mereka akan fokus dengan grupnya masing-masing dan ga terlalu sering nyampur dengan grup yang lain. Satu grup isinya sekitar 15-20 anak dengan jumlah guru yang bertugas sekitar 4 orang/grup.

Grup tempat Jo ditempatkan mempunyai 4 buah ruang kelas yang bisa dinikmati selama di sana. Ada ruang “meeting”, dimana mereka ngumpul kalau pagi-pagi untuk makan buah dan bernyanyi. Ada ruangan membaca lengkap dengan pilihan buku-buku bacaan dan mainan. Ada lagi ruangan kelas melukis, di tempat ini penuh dengan alat gambar, dari cat air, crayon, spidol, dll. Dan yang terakhir adalah ruangan “serba guna”, yang mereka gunakan untuk makan siang, main, ketrampilan, etc. Pokoknya intinya sih, selama di sekolah itu cuma untuk main, main dan main.. Hahaha

Ruang kelas yang dipakai grupnya Jo. Tiap Grup menempati bagian gedung secara tersendiri dengan beberapa kelas di dalamnya.

Inskolning

Selama sekitar 2 minggu pertama si anak masuk sekolah, ada yang dinamakan masa Inskolning. Masa ini bisa dibilang fase adaptasi, dimana selama sekolah, sang anak masih harus ditemani oleh orang tuanya dan belum masuk full day. Dari seharusnya 5 jam di sekolah, mereka hanya tinggal 1-2 jam aja. Di masa-masa inskolning ini para guru berusaha mendekatkan diri ke anak yang baru masuk. Karena jumlah anak baru yang datang itu ga kedabrugan langsung banyak, proses pdktnya bener-bener personal banget. Si anak ditemenin terus selama di kelas, pelan-pelan diajak main, ngobrol, pokoknya sampai akhirnya bisa lepas dari ortunya.

Jo mungkin emang udah siap banget sekolah kali yah, atau dia udah capek dimarahin terus sama mamah galak di rumah, proses inskolningnya berlangsung cukup singkat. Hanya dalam waktu 1 minggu aja dia udah rela ditinggal full day di sekolah. Itu pun kalau dijemput ga mau pulang.. Sigh!

Sungguh, aku ga tau harus seneng atau sedih.

Adek ikutan kakak ke sekolah waktu masa Inskolning. Seketika si adek langsung jadi idola, diuwel-uwel sama temen-temennya Jo. 😀

Dan sekarang…

Semenjak Jo masuk sekolah, keseharian kami di pagi hari cukup berubah drastis. Biasanya kan gue dan anak-anak masih bisa kelekaran syantai setelah Bubu berangkat kerja. Sekarang, dari pagi satu rumah udah pada sibuk semua. Untunglah makan siang Jo udah disediakan oleh pihak sekolah (dan dilarang bawa dari rumah), jadi gue ga perlu pusing bikin-bikin bekal setiap pagi. Yess!!

Si adek pun merasakan banget perbedaan setelah kakaknya sekolah. Dari yang awalnya selalu ada yang ngajak main, eh tiba-tiba sepi. Keliatan bener deh si kunyil satu ini merasa tersesat tanpa kakaknya yang bawel, karena selalu rewel dan ribet bener ngerupekin emaknya. Begitu liat kakaknya pulang atau jemput di sekolah, wajahnya spontan berubah ceria.. Eciyeeeh, adek kangen nih yeeee..

Perubahan yang ga mencolok mungkin malah datang dari Jo-nya sendiri. Masih malu, masih belum banyak ngomong, tapi setidaknya pelan-pelan udah mau main sama anak lain dan ga nempel mamanya terus.

Semoga si kakak betah terus di sekolahnya dan makin cepet lagi perkembangan komunikasinya. Seru dan bikin terharu juga ngeliatin si kecil yang kayaknya baru kemarin diuwel-uwel gemez, eh sekarang udah mulai belajar mandiri tanpa mama papanya.

Kakaaaak.. kamu cepet banget gedenyaaaa..  😥

Playdate si kecil

$
0
0

Nasib punya ibu yang lumayan pemalas untuk pergi kumpul-kumpul kesana sini berakibat langsung ke pergaulan kakak Jo yang bisa terbilang terbatas banget (kalo ga mau dibilang kuper). Apalagi sebelum si kakak masuk preschool. Harus puas lah si kecil main hanya ditemenin ibunya lagi, ibunya lagi. Padahal teman-teman gue dan suami sebenarnya punya anak yang umurnya sebaya Jo. Cuma ya balik lagi ke kalimat pembuka sebelumnya, emang salah ibunya banget lah… *puk-puk kakak Jo*.

Kondisi mengenaskan tersebut akhirnya berubah ketika kota kecil tempat tinggal kami ini kedatangan sebuah keluarga pelajar dari Indonesia. Sebuah kejadian yang luar biasa karena seumur-umur tinggal di Helsingborg, baru kali ini kenal dengan keluarga pelajar yang tinggalnya satu kota, apartemennya pun hanya berjarak 400 m dari tempat tinggal kami. Biasanya kalau student asal Indonesia tinggalnya di Lund atau Malmö karena memang kampusnya di sana. Kasus ini makin luar biasa lagi karena keluarga ini juga memiliki seorang anak yang berusia 6 tahun — yang mari kita sebut saja, M. Ga beda jauh umurnya sama si kakak.

It’s like a match made in heaven.

Karena apartemen kami deket banget, plus anak-anak juga sementara waktu masuk ke sekolah yang sama, kecenderungan gue yang awalnya anti sosial dan males ngumpul akhirnya mulai perlahan berubah. Dari yang awalnya zero meet up, sekarang naik ke ngupi-ngupi cantik di rumah sembari baking bareng atau jalan-jalan ke pusat kota rame-rame setidaknya sebulan sekali. Lumayan lah ya, ada peningkatan, dikit.. hahaha. Efek positif pun dirasakan si kakak, karena sekarang dia jadi ada temen mainnya. Malah sekarang kalau dirasa udah terlalu lama ga ketemu, mulai deh si kakak agak bawel nyebut-nyebut nama M terus. Lagi main, mau tidur, makan, etc etc, suka aja gitu kesebut nama temennya dan kemudian senyum malu-malu.. igh kangen ya kak? hahaha

Lucunya, walaupun selalu kangen-kangenan, pas ketemu biasanya hari mereka selalu berakhir dengan drama. Misal, sempat suatu hari M dan mamanya main ke apartemen kami. Setelah gedubrakan lari-lari dan jumpalitan bersama, akhirnya tiba saat mereka harus pulang. Nah, kebiasaan jeleknya si Jo itu adalah dia kalo diminta say “hej då” atau “bye-bye” tuh selalu ga mau. Dieeeem aja. Mungkin dia sedih kali yaa, ga mau temennya pulang atau gimana. Tapi ya akibatnya bikin temennya ngerasa bete. Saat itu juga sama, M tiba-tiba ngambek ke Jo karena si kakak ga mau bales  high five dan salam Hej då-nya M. Tanpa nunggu emaknya yang masih sibuk pake jaket dan sepatu, si M main ngeloyor aja pergi pulang. Dan setelahnya, mamanya message gue, ternyata selama di jalan pulang anaknya misuh-misuh “Bunda, aku sebel bunda sama Jo. Abis Jo ga bales hejdå aku, ga mau high five aku” . *puk-puk mamanya M yang kena diomelin*.

Dan tau apa yang dilakukan Jo saat temennya pergi gitu aja?

Nangis dong si kakak.. Mukanya sediiiiiih banget.

Nyahahaha.. asli deh ni anak dua, drama abiiissss.

Cuma ya gitu, namanya juga anak-anak yah, walaupun bolak balik tiap ketemu selalu aja ada drama kumbara, ga lama pasti langsung nanya-nanya lagi kapan bisa main bareng. Ckckck.. kalian berdua ini.. gemesin banget siiiih..

Sayangnya, M dan keluarganya harus balik ke Indonesia tahun depan. Jadi setelah itu bakalan sepi lagi deh si kakak ga ada temen berantemnya. Yah, lain kali gantian berantemnya pas ketemuan di Indonesia aja kali yaaa.. hihihi

Viewing all 52 articles
Browse latest View live